Jumat, 01 Februari 2013

Keutamaan Qabliyah Shubuh, Sholat 2 Raka’at Sebelum Sholat Subuh


Keutamaan Qabliyah Shubuh, Sholat 2 Raka’at Sebelum Sholat Subuh

Penulis : Siti Nur Asiyah
عن عائشة عن النبي قال (( ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها )). رواه مسلم. وفي رواية (( لهما أحب إلي من الدنيا جميعاً ))
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dua raka’at Shalat Fajr lebih baik dari pada dunia dan seisinya.” [HR. Muslim] dalam riwayat lain dengan lafazh : “Sungguh kedua raka’at tersebut lebih aku cintai daripada dunia semuanya.”.
Makna Kalimat :
Shalat Fajr : yakni Shalat Sunnah Rawatib Qabliyah Shubuh.
lebih baik dari pada dunia : yakni lebih baik daripada perhiasan dunia. Ada juga yang berpendapat maknanya : lebih baik daripada menginfakkan harta dunia di jalan Allah. Makna pertama lebih tepat.
Pelajaran dari Hadits :
1.Keutamaan akhirat dibanding dunia. Karena perhiasan dunia, bagaimanapun indah dan mahalnya, maka itu semua akan hilang dan sirna. Adapun akhirat, maka kenikmatannya kekal selama-lamanya dan tidak akan sirna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ [النحل/96]
Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” [An-Nahl : 96]
Maka orang yang berakal sehat tidak akan menyibukkan dirinya dengan sesuatu yang fana dengan meninggalkan yang kekal. Namun seorang yang berakal sehat adalah seorang yang senantiasa memperhatikan dan bersemangat terhadap sesuatu yang membawa kebaikan untuk akhiratnya, dengan tetap mencari kehidupan dunia sekadar mencukupi kebutuhannya. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا [القصص/77]
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kehidupan dunia.” [Al-Qashash : 77]
2.Betapa besar nilai pahala yang Allah berikan untuk dua rakaat shalat fajr (yakni shalat sunnah rawatib qabliyah shubuh), padahal dua raka’at tersebut adalah amalan yang ringan. Ini merupakan salah satu bentuk keutamaan dan keluasan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.
3.Jika seorang muslim telah mengetahui betapa besar nilai pahala shalat fajr, maka selayaknya dia untuk senantiasa menjaganya. Sungguh dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam benar menjaga shalat fajr tersebut dengan sebenar-benar penjagaan, sampai-sampai ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan : “Beliau sama sekali tidak pernah meninggalkan kedua rakaat tersebut.” beliau juga menuturkan : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menjaga amalan nafilah lebih kuat dibanding konsistensi beliau menjaga dua rakaat fajr.”
4.Tuntutan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melaksanakan dua rakaat ini dengan ringan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan pelaksanaan dua rakaat shalat yang dikerjakan sebelum shalat shubuh, sampai-sampai aku mengatakan, ‘Apakah beliau membaca Ummul Kitab‘?” [Muttafaqun ‘alaihi]
5.Tuntunan sunnah pada rakaat pertama setelah surat Al-Fatihah membaca surat Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua setelah surat Al-Fatihah membaca surat Al-Ikhlash (Qul huwallahu ahad).
Atau boleh juga pada rakaat pertama membaca ayat :
قُولُوا آَمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (136) [البقرة/136]
Katakanlah (wahai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. [Al-Baqarah : 136]
Sedangkan pada rakaat kedua membaca :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (64) [آل عمران/64]
Katakanlah: “Wahai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, yaitu kita tidak beribadah kecuali kepada Allah dan tidak kita persekutukan-Nya dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb-Rabb selain Allah”. Kika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. [Ali ‘Imran : 64]
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah :
أن رسول الله قرأ في ركعتي الفجر ( قل يا أيها الكافرون ) و (قل هو الله أحد) رواه أبو داود
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada shalat dua rakaat fajr surat “Qul Ya Ayyuhal Kafirun” dan surat “Qul Huwallahu Ahad” [HR. Abu Dawud]
Shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan :
كان رسول الله يقرأ في ركعتي الفجر (قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا ) والتي في آل عمران ( تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم ) رواه مسلم
Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada dua rakaat fajr :
(قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا )
dan berikutnya ayat yang pada surat Ali ‘Imran
( تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم ) [HR. Muslim]
6.Apabila seorang muslim mengerjakan shalat fajr tersebut di rumahnya, kemudian dia merasa ingin istirahat sejenak, seperti kalau sebelumnya ia telah mengerjakan shalat tahajjud dengan sangat panjang, maka dituntunkan baginya untuk berbaring pada bagian kanan, dengan syarat dia yakin bahwa ia tidak akan ketinggalan shalat shubuh berjama’ah di masjid. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila shalat dua rakaat fajr, beliau kemudian berbaring pada bagian kanannya.” [HR. Al-Bukhari]
7.Shalat sunnah fajr adalah shalat sunnah yang dikerjakan sebelum shalat shubuh. Apabila dia sampai ke masjid ternyata iqamat sudah dikumandangkan (sementara dia belum sempat mengerjakan shalat fajr), maka ia tetap langsung shalat shubuh berjama’ah bersama imam. Kemudian dia bisa mengerjakan shalat sunnah fajr tersebut setelah shalat berjama’ah shubuh. Atau kalau dia mau, dia menunggu sampai matahari terbit dan mengerjakannya ketika matahari sudah tinggi.
Dari shahabat Qais bin ‘Amr :
رأى رسول الله رجلا يصلي بعد صلاة الصبح ركعتين، فقال رسول الله: ( صلاة الصبح ركعتان ) فقال الرجل : إني لم أكن صليت الركعتين اللتين قبلهما، فصليتهما الآن. فسكت رسول الله
Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang pria shalat dua rakaat setelah shalat shubuh. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegurnya, “Shalat shubuh itu hanya dua rakaat.” Maka pria tersebut menjawab, “Aku tadi belum sempat mengerjakan shalat dua rakaat yang dikerjakan sebelumnya (yakni qabliyah shubuh), maka aku mengerjakannya sekarang.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun diam (tanda setuju). [HR. Abu Dawud. Dan Al-Imam Al-Mubarakfuri mentarjih hadits ini shahih, dalam kitab beliau Tuhfatul Ahwadzi Syarh At-Tirmidzi).

Kamis, 31 Januari 2013

KEUTAMAAN MENUNAIKAN ZAKAT



KEUTAMAAN MENUNAIKAN ZAKAT
Penulis : Siti Nur Asiyah

Sesungguhnya zakat merupakan perkara penting dalam agama Islam sebagaimana shalat 5 waktu. 

Oleh karena itu, Allah SWT sering mengiringi penyebutan zakat dalam Al Qur’an dengan shalat agar kita tidak hanya memperhatikan hak Allah saja, akan tetapi juga memperhatikan hak sesama.

Namun saat ini kesadaran kaum muslimin untuk menunaikan zakat sangatlah kurang. Di antara mereka menganggap remeh rukun Islam yang satu ini. Ada yang sudah terlampaui kaya masih enggan menunaikannya karena rasa bakhil dan takut hartanya akan berkurang. Padahal di balik syari’at zakat terdapat faedah dan hikmah yang begitu besar, yang dapat dirasakan oleh individu maupun masyarakat.


Di antara faedah dan hikmah zakat adalah :


1Menyempurnakan keislaman seorang hamba.

Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang lima. Apabila seseorang melakukannya, maka keislamannya akan menjadi sempurna. Hal ini tidak diragukan lagi merupakan suatu tujuan/hikmah yang amat agung dan setiap muslim pasti selalu berusaha agar keislamannya menjadi sempurna.

2Menunjukkan benarnya iman seseorang.

Sesungguhnya harta adalah sesuatu yang sangat dicintai oleh jiwa. Sesuatu yang dicintai itu tidaklah dikeluarkan kecuali dengan mengharap balasan yang semisal atau bahkan lebih dari yang dikeluarkan. Oleh karena itu, zakat disebut juga Shodaqoh (yang berasal dari kata shidiq yang berarti benar/jujur, ) karena zakat akan menunjukkan benarnya iman Muzakki (baca: orang yang mengeluarkan zakat) yang mengharapkan ridha Allah dengan zakatnya tersebut kepada si Mustahik (baca: orang yang berhak menerima zakat )

3Membuat keimanan seseorang menjadi sempurna.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,


لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45). Wahai saudaraku, sebagaimana engkau mencintai jika ada saudaramu meringankan kesusahanmu, begitu juga seharusnya engkau suka untuk meringankan kesusahan saudaramu. Maka pemberian seperti ini merupakan tanda kesempurnaan iman Anda.

4Sebab masuk surga.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ».

Sesungguhnya di surga terdapat kamar yang luarnya dapat terlihat dari dalamnya dan dalamnya dapat terlihat dari luarnya.” Kemudian ada seorang badui berdiri lantas bertanya, “Kepada siapa (kamar tersebut) wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagi orang yang berkata baik, memberi makan (di antaranya lewat zakat, pen), rajin berpuasa, shalat karena Allah di malam hari di saat manusia sedang terlelap tidur.” (HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Setiap kita tentu saja ingin masuk surga.


5Menjadikan masyarakat Islam seperti keluarga besar (satu kesatuan).

Karena dengan zakat, berarti yang kaya menolong yang miskin dan orang yang berkecukupan akan menolong orang yang kesulitan. Akhirnya setiap orang merasa seperti satu saudara. Allah Ta’ala berfirman,


وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. Al Qoshosh: 77).


6Memadamkan kemarahan orang miskin.

Terkadang orang miskin menjadi marah karena melihat orang kaya hidup mewah. Orang kaya dapat memakai kendaraan yang dia suka (dengan berganti-ganti) atau tinggal di rumah mana saja yang dia mau. Tidak ragu lagi, pasti akan timbul sesuatu (kemarahan, -pen) pada hati orang miskin. Apabila orang kaya berderma pada mereka, maka padamlah kemarahan tersebut. Mereka akan mengatakan,”Saudara-saudara kami ini mengetahui kami berada dalam kesusahan”. Maka orang miskin tersebut akan suka dan timbul rasa cinta kepada orang kaya yang berderma tadi.

7Menghalangi berbagai bentuk pencurian, pemaksaan, dan perampasan.

Karena dengan zakat, sebagian kebutuhan orang yang hidupnya dalam kemiskinan sudah terpenuhi, sehingga hal ini menghalangi mereka untuk merampas harta orang-orang kaya atau berbuat jahat kepada mereka.

8Menyelamatkan seseorang dari panasnya hari kiamat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


كُلُّ امْرِئٍ فِى ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ

Setiap orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia mendapatkan keputusan di tengah-tengah manusia.” (HR. Ahmad 4/147. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih).


9Seseorang akan lebih mengenal hukum dan aturan Allah.

Karena ia tidaklah menunaikan zakat sampai ia mengetahui hukum zakat dan keadaan hartanya. Juga ia pasti telah mengetahui nishob zakat tersebut dan orang yang berhak menerimanya serta hal-hal lain yang urgent diketahui.

10Menambah harta.

Terkadang Allah membuka pintu rizki dari harta yang dizakati. Sebagaimana terdapat dalam hadits yang artinya,


مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

Sedekah tidaklah mengurangi harta” (HR. Muslim no. 2558).


11Merupakan sebab turunnya banyak kebaikan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

Tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, melainkan mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.” (HR. Ibnu Majah no. 4019. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).


12Zakat akan meredam murka Allah.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits,


إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ مِيتَةَ السُّوءِ

Sedekah itu dapat memamkan murka Allah dan mencegah dari keadaan mati yang jelek” (HR. Tirmidzi no. 664. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib dari sisi ini).


13Dosa akan terampuni.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ

Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api.” (HR. Tirmidzi no. 614. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits inihasan shahih). 


Jika Telah Mencapai Nishab dan Haul, Segeralah Tunaikan Zakat

Kaum muslimin - yang selalu mengharapkan kebaikan dan mengharapkan surga Allah - segeralah tunaikan zakat yang wajib bagi kalian agar memperoleh berbagai faedah di atas. Ingatlah bahwa zakat bukanlah wajib ditunaikan hanya ketika akhir bulan Ramadhan saja berupa zakat fitri. Akan tetapi, zakat itu juga wajib bagi 5 kelompok harta yaitu: emas, perak, keuntungan perdagangan, hewan ternak (yaitu unta, sapi, dan domba), dan hasil bumi (berupa tanaman, dll). Kelima kelompok harta tersebut ditunaikan ketika sudah mencapai nishab, yaitu ukuran tertentu menurut syari’at) dan telah mencapai haul, yaitu masa 1 tahun (kecuali untuk zakat anak hewan ternak dan zakat tanaman).

Wahai saudaraku, segeralah tunaikan zakat ketika telah memenuhi syarat nishab dan haul-nya. Berlombalah dalam kebaikan dan ingatlah selalu nasib saudaramun yang berada dalam kesusahan. Sesungguhnya dengan engkau mengeluarkan zakat akan meringankan beban mereka yang tidak mampu. Ingat pula, sebab bangsa ini sering tertimpa berbagai macam bencana dan cobaan adalah disebabkan kita enggan melakukan ketaatan kepada Allah, di antaranya kita enggan untuk menunaikan zakat.


Semoga Allah selalu menganugerahi kita untuk selalu istiqomah dalam melakukan ketaatan kepada-Nya.



Faedah-faedah di atas kami ringkaskan dari Kitab ‘Syarhul Mumthi’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ (6/7-11, terbitan Dar Ibnul Jauzi) karya ulama besar Saudi Arabia di masa silam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin -rahimahullah-



WIRID SAKRAN ( PENGGEBUK ORANG DZOLIM )


ورد الإمام علي بن أبي بكر السكران
اللهم اني نويت أن أتقرب اليك بتلاوة ورد السكران بنية التعبد لله تعالى ونية التحصين به ونية تحصيل جميع ما له من الخواص والبركات والفتوحات والخيرات في الدين والدنيا والأخرة انك على كل شيء قدير رب سهل ويسر ولا تعسر ربي تمم وسهل علينا كل أمر عسير يا ميسر كل عسير ولا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم .
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم . بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ . اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ . ماَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ . اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ . صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ . آمِيْنَ .
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ . نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ . وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ . وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ .
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ . وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ , وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ .

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَللَّهُمَّ إِنِّي احْتَطْتُ بِدَرْبِ اللهِ ، طُوْلُهُ مَا شَاءَ اللهُ ، قُفْلُهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، بَابُهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، سَقْفُهُ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ ، أَحَاطَ بِنَا مِنْ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ . اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ . ماَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ . اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ . صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ . آمِيْنَ .
سُوْرٌ … سُوْرٌ … سُوْرٌ …
اَللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ . لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّموَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ العَلِيُّ العَظِيْمُ .
بِنَا اسْتَدَارَتْ كَمَا اسْتَدَارَتِ الْمَلاَئِكَةُ بِمَدِيْنَةِ الرَّسُوْلِ ، بِلاَ خَنْدَقٍ وَلاَ سُوْرٍ ، مِنْ كُلِّ قَدَرٍ مَقْدُوْرٍ ، وَحَذَرٍ مَحْذُوْرٍ ، وَمِنْ جَمِيْعِ الشُّرُوْرِ ، تَتَرَّسْنَا بِاللهِ (3)مِنْ عَدُوِّنَا وَعَدُوِّ اللهِ ، مِنْ سَاقِ عَرْشِ اللهِ إِلَى قَاعِ أَرْضِ اللهِ ، بِمِائَةِ أَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ ، صَنْعَتُهُ لاَ تَنْقَطِعُ بِمِائَةِ أَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ ، عَزِيْمَتُهُ لاَ تَنْشَقُّ بِمِائَةِ أَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ ، اَللَّهُمَّ إِنْ أَحَدٌ أَرَادَنِيْ بِسُوْءٍ مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ وَالْوُحُوْشِ وَغَيْرِهِمْ مِنْ سَائِرِ الْمَخْلُوْقَاتِمِنْ بَشَرٍ أَوْ شَيْطَانٍ أَوْ سُلْطَانٍ أَوْ وَسْوَاسٍ ، فَارْدُدْ نَظْرَهُمْ فِي انْتِكَاسٍ ، وَقُلُوْبَهُمْ فِي وَسْوَاسٍ ، وَأَيْدِيَهُمْ فِي إِفْلاَسٍ ، وَأَوْبِقْهُمْ مِنَ الرِّجْلِ إِلَى الرَّأْسِ . لاَ فِي سَهْلٍ يَجْدَعُ ، وَلاَ فِي جَبَلٍ يَطْلَعُ . بِمِائَةِ أَلْفِ أَلْفِ أَلْفِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
كتبه الفقير الحاج رزقي ذو القرنين أصمت البتاوي
*dari beberapa sumber. by: Siti Nur Asiyah
saya mendapat ijazah dari ustad Arifan dan habib abdullah bin lukman al-atthos

ZAKAT BERMANFAAT SEBAGAI POTENSI PENYELAMAT UMMAT


ZAKAT BERMANFAAT SEBAGAI POTENSI PENYELAMAT UMMAT

BY : Siti Nur Asiyah


Zakat menurut Yusuf Al-Qaradhawi al-ibadah fil Islam merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah, yang memiliki posisi sangat penting dan strategis,  baik dipandang dari sisi ajaran Islam maupun disisi pembangunan untuk kesejehteraan umat, demikian pula merupakan  salah satu potensi umat Islam yang belum sepenuhnya dikelola secara maksimal, untuk kepentingan pembangunan bangsa dan Negara pada umumnya dan pembangunan umat Islam pada khususnya. 
Dalam Al-Qur’an terdapat 72 ayat yang mensejajarkan kewajiban sholat dengan kewajiban zakat, oleh karena itu zakat termasuk ibadah pokok ke tiga dalam rukun Islam setelah kewajiban mendirikan sholat.
Tuhan memuji orang yang secara sungguh-sungguh menunaikan zakat, sebagaimana firman-Nya dalam surat At-Taubah ayat 5 dan ayat 11, dinyatakan bahwa kesediaan berzakat dipandang sebagai indicator utama ketundukan seseorang kepada ajaran Islam. Karena itu Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq bertekad untuk memerangi orang-orang yang mendirikan sholat tetapi tidak mau mengeluarkan zakatnya.  Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu penentangan terhadap perintah Allah SWT. Hal ini yang belum banyak disadari oleh umat Islam. Memang manusia termasuk makhluk yang paling membantah atas perintah-perintah Tuhan, sebagaimana  firman-Nya dalam surat Al-Kahfi ayat 54 :“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”.  Disamping itu pula salah satu sebab belum berfungsinya zakat sebagai instrument pemerataan bagi mereka yang berhak menerimanya, demikian pula belum terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga-lembaga pengumpul zakat (seperti pada BAZDA).
Hal ini pula disebabkan oleh pengetahuan masyarakat terhadap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya masih terbatas pada sumber-sumber konvensional yang secara jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah Saw. Kalau penduduk mayoritas tidak kikir/pelit, maka sedikit banyak kaum dhuafa dapat terangkat harkat dan martabatnya, bahkan kemungkinan besar akan berganti status dari mustahik menjadi muzakki. Tetapi memang tugas syaitan yang selalu menggoda manusia agar tidak mau mengeluarkan hartanya di jalan Allah, memang manusia itu sangat pelit, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 100 :”… Dan keadaan manusia itu sangat kikir/pelit”.

Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, sehingga tidak dapat dipungkiri apabila kondisi perekonomiannya masih banyak yang lemah, tetapi Allah telah memberikan komitmen kepada umat Islam bahwa umat Islam berkewajiban untuk membayarkan zakatnya, dan menurut sebuah hadis Rasulullah saw bahwa tangan di atas adalah lebih baik dari pada tangan di bawah. Hal ini menunjukkan bahwa orang Islam harus menjadi orang kaya untuk melaksanakan kewajibannya berupa membayarkan zakatnya.
Tetapi tentu saja Allah telah menciptakan manusia dengan seadil-adilnya, sebagaimana Firman-Nya dalam surat ‘Abasa ayat 19 : “…Allah menciptakannya lalu menentukannya”. Yang dimaksud dengan “menentukannya” ialah menentukan fase-fase kejadiannya, penentuan umurnya, penentuan rizkinya dan penentuan nasibnya”. Hal itulah yang menjadi dasar bahwa  setiap manusia sudah menurut pembagian-Nya masing-masing. Ada yang diberi kekayaan yang melimpah ruah, ada yang sedang-sedang saja, dan ada yang kekurangan (yang berhak menerima zakat ).   Hal ini Allah telah berfirman dalam surat Ara’d ayat 26 : “ Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki…”. Maka bagi siapa saja yang diberikan kelebihan harta oleh Allah SWT, tentu saja ada hak orang lain (mustahik) untuk dibagikan kepada mereka. Adanya kewajiban berzakat akan mengandung hikmah yang luar biasa. Sebagaimana disampaikan oleh Abdurrahman Qadir “Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial”, diantaranya adalah :
  1. sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, dengan mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis. Akan menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimilikinya, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ibrahim ayat 7;
  2. karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin kearah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah dengan semestinya, dan terhindar dari kekufuran (kadzal faqru ayyakuuna kufran) sekaligus menghilangkan rasa iri hati, dengki dan hasud yang mungkin timbul dari kalangan mereka. Zakat sesungguhnya bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan sesaat (konsumtif),  tetapi agar dengan zakat itu dapat memberikan kecukupan dan kesejehteraan kepada mereka;
  3. sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, sehingga tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya;
  4. sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia muslim. (kebanyakan para ulama sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas nama golongan fakir dan miskin maupun sabilillah. (Sayyid Sabiq, Fikh Sunnah);
  5. untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu bukanlah membersihkan harta yag kotor, akan tetapi mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 267;
  6. dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan  membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan;
  7. dorongan ajaran Islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang beriman untuk berzakat, berinfaq dan bersedekah, menunjukkan bahwa ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha sehingga memiliki harta kekayaan untuk kebutuhan hidupnya, juga berlomba-lomba untuk menjadi Muzakki;

Zakat disamping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk konkret dari jaminan social yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin dan orang-orang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk pengejawantahan perintah Allah SWT untuk senantiasa melakukan tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa.  

Allah SWT  begitu tertib dan telah mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan dan penghidupannya, sehingga kalau manusia  mengikuti aturan yang telah Allah gariskan, maka dunia ini akan senantiasa damai dan sejahtera bagi seluruh penghuninya. Akan tetapi memang kehidupan manusia itu sudah ditentukan segala sesuatunya ketika manusia masih dalam rahim ibunya masing-masing, Dengan ketentuan itu, maka tentu saja rezki dan nasib manusia berbed-beda. Yang kaya raya semestinya bersyukur atas nikmat Allah SWT dengan cara mentasarufkan hartranya di jalan Allah, dengan mengeluarkan zakat, infaq dan sedekahnya, tetapi kenyataannya banyak orang yang diberi kekayaan tetapi tidak mau membayarkan zakatnya, memang manusia itu termasuk makhluk pembangkang, sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat Yasin ayat  77 “manusia diciptakan dari setitik air mani, maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata”. Manusia telah banyak menerima kenikmatan berupa karunia-karunia dari Allah SWT bahkan tidak terhitung jumlahnya, tetapi manusia kebanyakan tidak bersyukur atas nikmat Allah itu, bahkan dengan sombongnya bahwa segala kesejahteraan yang dia nikmati adalah dari hasil usahanya sendiri dengan kemampuan ilmunya dan ketekuanan usahanya,  sama sekali tidak menyadarinya bahwa segala kenikmatan yang dirasakannya adalah pemberian dari Allah SWT.
Tinggal nasib seorang fakir dan miskin yang terlunta-lunta tidak ada atap untuk berteduh, tidak ada hidangan yang dapat di makan, siang kepanasan malampun kedinginan, tidak ada orang yang perduli kepada mereka. Mereka berupaya untuk meminta-minta mencari sesuap nasi,  bukannya mendapatkan nasi sekedar untuk memenuhi rasa laparnya melainkan mendapatkan cacian dan makian dari orang-orang yang dimintai pertolongannya.   
Dimana rasa toleransi dan persaudaraan sesama manusia, apalagi dengan berkembangnya zaman sepertinya pergaulan dan persahabatan sudah mulai kendur, sesama manusia sudah mulai hidup masing-masing dan sudah kurang peduli terhadap orang lain.  Yang akibatnya nasib fakir miskin terabaikan, dalam kondisi demikian sangat rentan terhadap ajakan, bujukan dari orang lain dengan dalih untuk membantu perekonomiannya, untuk membantu pendidikan anak-anaknya, bahkan untuk menyelamatkan kehidupannya baik di dunia dan kelak di akhirat. Yang pada akhirnya menghendaki dirinya (fakir miskin) untuk memasuki keyakinan yang dibawanya. Kondisi keimanan kepada Allah SWT dan Rasulullah Saw sangat kurang, ditambah dengan kondisi ekonomi keluarga sangat memperihatinkan, maka ajakan, bujukan serta dipenuhi segala kebutuhan hidupnya, maka keadaan fakir miskin itu pasti akan segera pindah keyakinannya. Sebagaimana hadis rasulullah Saw. “kadzal fakru anyyakuuna kufran” kondisi kefakiran/ekonomi lemah akan mudah sekali  untuk  menjadi kufur/kafir.
Maka untuk menyelamatkan ummat Islam dari pindah keyakinannya, maka peranan zakat, infaq dan sedekah sangat strategis untuk  membentengi iman mereka kepada Allah SWT. Oleh karena itu kesadaran berzakat, infaq dan sedekah umat Islam semoga tumbuh, sehingga zakat menjadi potensi sebagai penyelamat ummat, semoga kesadaran berzakat diikuti dengan pemahaman yang benar tentang pembayaran zakat, infaq dan sedekah yaitu dengan melalui ‘Amilin (Lembaga pengelola zakat Bazda/Bazis) di daerahnya masing-masing. Dengan professional dan dapat dipertanggung jawabkan kegiatanya dalam mendayagunakan ZIS untuk kepentingan umat, semoga umat Islam menghilangkan keraguan terhadap lembaga zakat ini, sehingga umat Islam dapat berzakat, infaq dan sedekah sesuai yang digariskan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Aamiin yaa Robbal alamin.  

GOLONGAN YANG MENDAPAT NAUNGAN ALLAH DI HARI KIAMAT



GOLONGAN YANG MENDAPAT NAUNGAN ALLAH DI HARI KIAMAT
Penulis : Siti Nur Asiyah

Rasulullah SAW bersabda: "Tujuh golongan umatku yang akan mendapatkan naungan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, di mana tidak ada lagi naungan selain naunganNya pada hari kiamat nanti adalah:

1. Imam (pemimpin) yang adil.

2. Pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, di saat nafsunya bergejolak.

3. Hamba yang hatinya selalu terpaut pada masjid, senang berjamaah dan beraktivitas memakmurkan masjid.

4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul, berjumpa, bersahabat karena Allah dan berpisah karena Allah pula.

5. Seorang hamba lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata 'Aku takut kepada Allah'.

6. Hamba yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya, ikhlas karena Allah.

7. Hamba yang berdzikir dan berdoa kepada Allah dalam keheningan malam, dalam kesendiriannya, dalam muhasabah dirinya lalu ia menitikkan air matanya. Tangisan karena takut dan cinta kepada Allah Ta’ala." (HR. Bukhari Muslim)

Kemudian, penyebutan 7 golongan dalam hadits ini tidaklah menunjukkan pembatasan. Karena telah shahih dalam hadits lain adanya golongan lain yang Allah lindungi pada hari kiamat selain dari 7 golongan di atas. Di antaranya adalah orang yang memberikan kelonggaran dalam penagihan utang.

Dari Jabir radhiallahu anhu: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ

“Barangsiapa yang memberikan kelonggaran kepada orang yang berutang atau menggugurkan utangnya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya.” (HR. Muslim)

Ya Allah, yang Menguasai langit bumi, masukkanlah kami kedalam golongan hamba-hambaMu yang Kau naungi kelak di hari akhir... Aamiin.

Rabu, 30 Januari 2013

Tawassul sholawat Al - Fatih




Niat Membaca Shalawat Al-Fatih Diniatkan Segala Hajat
Penulis : Siti Nur Asiyah
اَلصَّلاةُ عَلىَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنِيَّةِ الْقَبُوْلِ وَاْلإِقْبَالِ، وَالصَّلاَحِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، وَبِنِيَّةِ الْفَرَجِ الْعَاجِلِ، وَاللُّطْفِ الشَّامِلِ، وَحُصُوْلِ اْلأَرْزَاقِ الطَّيِّبَةِ، وَالذُّرِّيَّاتِ الصَّالِحَةِ وَالْعِيْشَةِ الرَّضِيَّةِ الْمَرْضِيَّةِ :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِـرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِي إِلَى صِـرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ، وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ .
يَا رَبِّ تَوَسَّلْتُ إِلَيْكَ بِحَبِيْبِكَ وَرَسُوْلِكَ وَعَظِيْمِ الْقَدْرِ عِنْدَكَ سَيِّدِنَا مُحمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَضَاءِ الْحَاجَةِ الَّتِي أُرِيْدُهَا: ……………………………………………………………………………… (100 x)
اَللَّهُمَّ إِنِّي اَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِجَاهِ الْقُطْبِ الْكَامِلِ سَيِّدِيْ الشَّيْخِ أَحْمَد التِّجَانِيّ وَجَاهِهِ عِنْدَكَ أَنْ تُعْطِيَنِي (………………………………………………………………………) (10 x)
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِـرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِي إِلَى صِـرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ، وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ . (3) سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ .
: Dikutip dari buku
الْمَوَاهِبُ الْوَافِيَّةُ الظَّرِيْفَة
في نُسْخَةِ اْلأَوْرَادِ لِلطَّرِيْقَةِ التِّجَانِيَّةِ الشَّرِيْفَة
جمع وترتيب
الحاج رزقي ذو القرنين أصمت البتاوي الاندونيسي

SYEIKH NAWAWI AL BANTANI ( Digelar Imam Nawawi Kedua )



SYEIKH NAWAWI AL BANTANI
( Digelar Imam Nawawi Kedua )
Penulis : Siti Nur Asiyah

Nama Imam Nawawi tidak begitu asing lagi bagi dunia Islam terutama dalam lingkungan ulama-ulama Syafi'iyah. Ulama ini sangat terkenal karana banyak karangannya yang dikaji pada setiap zaman dari dahulu sampai sekarang. Pada penghujung abad ke-18 lahir pula seorang yang bernama Nawawi di Banten, Jawa Barat. Setelah dia menuntut ilmu yang sangat banyak, mengarang kitab-kitab bahasa Arab dalam berbagai disiplin ilmu yang sangat banyak , maka dia digelar Imam Nawawi ats-Tsani, artinya Imam Nawawi Yang Kedua. Orang pertama memberi gelaran demikian ialah Syeikh Wan Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani.

Gelar ini yang diungkapkan oleh Syeikh Ahmad al-Fathani dalam seuntai gubahan syairnya itu akhirnya diikuti oleh semua orang yang menulis riwayat ulama yang berasal dari Banten itu. Sekian banyak ulama dunia Islam sejak sesudah Imam Nawawi yang pertama (wafat 676 Hijrah/1277 Masehi) sampai sekarang ini belum ada orang lain yang mendapat gelaran Imam Nawawi ats-Tsani, kecuali Syeikh Nawawi, ulama kelahiran Banten yang dibicarakan ini. Rasanya gelar demikian memang dipandang layak, tidak ada ulama sezaman dengannya maupun sesudahnya yang mempermasalahkan autoritas penelitiannya dalam bidang ilmiah keislaman menurut metode tradisional yang telah wujud dari zaman ke zaman dan masa depan.

Walaupun Syeikh Nawawi ats-Tsani al-Bantani diakui sebagai alim ulama dalam semua bidang ilmu keislaman, namun dalam dunia at-thariqah ash-shufiyah, gurunya Syeikh Ahmad Khathib Sambas tidak melantik beliau sebagai seorang mursyid Thariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah, tetapi yang dilantik ialah Syeikh Abdul Karim al-Bantani, iaitu ayah saudara kepada Syeikh Nawawi al-Bantani, yang sama-sama menerima thariqat itu kepada Syeikh Ahmad Khathib Sambas. Apakah sebabnya terjadi demikian hanya diketahui oleh Syeikh Ahmad Khathib Sambas dan Syeikh Nawawi al-Bantani. Syeikh Nawawi al-Bantani mematuhi peraturan yang diberikan itu, sehingga beliau tidak pernah mentawajuh/ membai'ah seseorang muridnya walaupun memang banyak murid beliau yang menjadi ulama besar yang berminat belajar mendalami ilmu dalam bidang keshufian.

LAHIR DAN PENDIDIKAN

Nama lengkapnya adalah Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar ibnu Arabi bin Ali al-Jawi al-Bantani. Beliau adalah anak sulung seorang ulama Banten, Jawa Barat, lahir pada tahun 1230 Hijrah/1814 Masehi di Banten dan wafat di Mekah tahun 1314 Hijrah/1897 Masehi. Ketika kecil, beliau sempat belajar kepada ayahnya sendiri, dan di Mekah belajar kepada beberapa ulama terkenal pada zaman itu, di antara mereka yang dapat dicatat adalah sebagai berikut: Syeikh Ahmad an-Nahrawi, Syeikh Ahmad ad-Dumyati, Syeikh Muhammad Khathib Duma al-Hanbali, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki, Syeikh Zainuddin Aceh, Syeikh Ahmad Khathib Sambas, Syeikh Syihabuddin, Syeikh Abdul Ghani Bima, Syeikh Abdul Hamid Daghastani, Syeikh Yusuf Sunbulawani, Syeikhah Fatimah binti Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani, Syeikh Yusuf bin Arsyad al-Banjari, Syeikh Abdus Shamad bin Abdur Rahman al-Falimbani, Syeikh Mahmud Kinan al-Falimbani, Syeikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani. Mungkin hanya sedikit saja yang saya sebutkan para gurunya Syeikh Nawawi al - Bantani yang dapat dicatat daripada berbagai-bagai sumber, dan berkemungkinan banyak yang belum dapat dicatat di sini.


Dipercayai beliau datang ke Mekah dalam usia 15 tahun dan selanjutnya setelah menerima pelbagai ilmu di Mekah, beliau meneruskan pelajarannya ke Syam (Syiria) dan Mesir. Setelah keluar dari Mekah karana menuntut ilmu yang tidak diketahui berapa lamanya, lalu beliau kembali lagi ke Mekah. Keseluruhan waktu beliau tinggal di Mekah dari mulai belajar, mengajar dan mengarang hingga sampai kepuncak kemasyhurannya lebih dari setengah abad lamanya. Diriwayatkan bahwa setiap kali beliau mengajar di Masjidil Haram sentiasa dikelilingi oleh pelajar yang tidak kurang dari dua ratus orang murid dari berbagai negara. Karana sangat terkenalnya beliau pernah diundang ke Universitas al-Azhar, Mesir untuk memberi ceramah atau fatwa-fatwa dan penjelasan pada beberapa permasalahan tentang masalah agama yang tertentu hingga para murid dan pendengar menjadi faham dan mengagumi kepintarannya.


Belum jelas tahun berapa beliau diundang oleh Ketua akademis di Universitas al-Azhar itu, dan menjelaskan bahwa beliau sempat bertemu dengan seorang ulama terkenal di al-Azhar (ketika itu sebagai Syeikhul Azhar), iaitu Syeikh Ibrahim al-Baijuri (wafat 1860 Masehi) yang sangat tua dan lumpuh kerana tuanya. Kemungkinan Syeikh Ibrahim al-Baijuri, Syeikhul Azhar yang terkenal itu termasuk salah seorang di antara guru kepada Syeikh Nawawi al-Bantani.

MURID MURID

Diriwayatkan bahawa Syeikh Nawawi al-Bantani mengajar di Masjidil Haram menggunakan bahasa Jawa dan Sunda ketika memberi keterangan terjemahan kitab-kitab bahasa Arab. Barangkali ulama Banten yang terkenal itu kurang menguasai bahasa Melayu  yang lebih umum dan luas digunakan pada zaman itu. Oleh sebab kurang menguasai bahasa Melayu  , maka ada beberapa muridnya yang berasal dari luar pulau Jawa (seperti Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu dan Patani). Tetapi Tok Kelaba al-Fathani menyebut bahawa beliau menerima satu amalan wirid daripada Syeikh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani, dan Syeikh Abdul Qadir itu menerimanya daripada Syeikh Nawawi al-Bantani. Syeikh Abdul Qadir al-Fathani (Tok Bendang Daya II) sebenarnya bukan peringkat murid kepada Syeikh Nawawi al-Bantani tetapi adalah peringkat sahabatnya. Syeikh Nawawi al-Bantani (1230 Hijrah/1814 Masehi) lebih tua sekitar empat tahun saja daripada Syeikh Abdul Qadir al-Fathani (Tok Bendang Daya II, 1234 Hijrah/1817 Masehi). Adapun murid Syeikh Nawawi al-Bantani di pulau Jawa yang menjadi ulama yang terkenal dan tersohor, di antara mereka ialah, Kiyai Haji Hasyim Asy'ari, Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jawa Timur, bahkan beliau ini dianggap sebagai bapak ulama Jawa dan termasuk pendiri Nahdhatul Ulama. Salah satu Murid Syeikh Nawawi al-Bantani yang terkenal  ialah Kiyai Haji Raden Asnawi di Kudus, Jawa Tengah, Kiyai Haji Tubagus Muhammad Asnawi di Caringin, Banten, Syeikh Muhammad Zainuddin bin Badawi as-Sumbawi, Syeikh Abdus Satar bin Abdul Wahhab as-Shidqi al-Makki, Sayid Ali bin Ali al-Habsyi al-Madani dan masih banyak lagi seperti 
Kyai Kholil Bangkalan,Madura,Syech Tubagus Ahmad Bakri, Purwakarta



Salah seorang cucunya, yang juga mendapat pendidikan sepenuhnya daripada beliau ialah Syeikh Abdul Haq bin Abdul Hannan al-Jawi al-Bantani (1285 Hijrah/1868 Masehi - 1324 Hijrah/1906 Masehi). Pada halaman pertama Al-Aqwalul Mulhaqat, Syeikh Abdul Haq al-Bantani menyebut bahawa Syeikh Nawawi al-Bantani adalah orang tuanya (Syeikhnya), orang yang memberi petunjuk dan pembimbingnya. Pada bahagian kulit kitab pula beliau menulis bahawa beliau adalah `sibthun' (cucu) an-Nawawi Tsani. Selain orang-orang yang tersebut di atas, masih banyak murid Syeikh Nawawi al-Bantani yang memimpin secara langsung barisan jihad di Cilegon melawan penjajahan Belanda pada tahun 1888 Masehi. Di antara mereka yang dianggap sebagai pemimpin pemberontak Cilegon ialah : K.H Washid, Haji Abdur Rahman, Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qasir, Haji Aqib dan Tubagus Haji Ismail. Semua mereka adalah murid Syeikh Nawawi al-Bantani yang dididik dan di gembleng ketika di Mekah.

KARYA KARYA

Berapa banyakkah karya Syeikh Nawawi ats-Tsani al-Bantani yang sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Barangkali masih banyak yang belum masuk dalam daftar yang ditulis oleh penulis-penulis sebelum ini. Beberapa kitab yang telah di karang oleh karya ulama Banten ini sebanyak 30 judul. Semua karya Syeikh Nawawi al-Bantani ditulis dalam bahasa Arab dan merupakan syarahan daripada karya orang lain. Belum ditemui walau sebuah pun karyanya yang diciptakan sendiri. Juga belum ditemui karyanya dalam bahasa Melayu, Jawa ataupun Sunda. judul di bawah ini saya catat sekadarnya saja, ialah:

1. Targhibul Musytaqin, selesai Jumaat, 13 Jamadilakhir 1284 Hijrah/1867 Masehi. Cetakan awal Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1311 Hijrah.

2. Fat-hus Shamadil `Alim, selesai awal Jamadilawal 1286 Hijrah/1869 Masehi. Dicetak oleh Mathba'ah Daril Kutubil Arabiyah al-Kubra, Mesir 1328 Hijrah.

3. Syarah Miraqil `Ubudiyah, selesai 13 Zulkaedah 1289 Hijrah/1872 Masehi. Cetakan pertama Mathba'ah al-Azhariyah al-Mashriyah, Mesir 1308 Hijrah.

4. Madarijus Su'ud ila Iktisa'il Burud, mulai menulis 18 Rabiulawal 1293 Hijrah/1876 Masehi. Dicetak oleh Mathba'ah Mustafa al-Baby al-Halaby, Mesir, akhir Zulkaedah 1327 Hijrah.

5. Hidayatul Azkiya' ila Thariqil Auliya', mulai menulis 22 Rabiulakhir 1293 Hijrah/1876 Masehi, selesai 13 Jamadilakhir 1293 Hijrah/1876 Masehi. Diterbitkan oleh Mathba'ah Ahmad bin Sa'ad bin Nabhan, Surabaya, tanpa menyebut tahun penerbitan.

6. Fat-hul Majid fi Syarhi Durril Farid, selesai 7 Ramadan 1294 Hijrah/1877 Masehi. Cetakan pertama oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1304 Hijrah.

7. Bughyatul `Awam fi Syarhi Maulidi Saiyidil Anam, selesai 17 Safar 1294 Hijrah/1877 Masehi. Dicetak oleh Mathba'ah al-Jadidah al-'Amirah, Mesir, 1297 Hijrah.

8. Syarah Tijanud Darari, selesai 7 Rabiulawal 1297 Hijrah/1879 Masehi. Cetakan pertama oleh Mathba'ah `Abdul Hamid Ahmad Hanafi, Mesir, 1369 Masehi.

9. Syarah Mishbahu Zhulmi `alan Nahjil Atammi, selesai Jamadilawal 1305 Hijrah/1887 Masehi. Cetakan pertama oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1314 Hijrah atas biaya saudara kandung pengarang, iaitu Syeikh Abdullah al-Bantani.

10. Nasha-ihul `Ibad, selesai 21 Safar 1311 Hijrah/1893 Masehi. Cetakan kedua oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1323 Hijrah.

11. Al-Futuhatul Madaniyah fisy Syu'bil Imaniyah, tanpa tarikh. Dicetak di bahagian tepi kitab nombor 10, oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Kainah, Mekah, 1323 Hijrah.

12. Hilyatus Shibyan Syarhu Fat-hir Rahman fi Tajwidil Quran, tanpa tarikh. Dicetak oleh Mathba'ah al-Miriyah, Mekah, 1332 Hijrah.

13. Qatrul Ghaits fi Syarhi Masaili Abil Laits, tanpa tarikh. Dicetak oleh Mathba'ah al-Miriyah, Mekah, 1321 Hijrah.

14. Mirqatu Su'udi Tashdiq Syarhu Sulamit Taufiq, tanpa tarikh. Cetakan pertama oleh Mathba'ah al-Miriyah, Mekah 1304 Hijrah.

15. Ats-Tsimarul Yani'ah fir Riyadhil Badi'ah, tanpa tarikh. Cetakan pertama oleh Mathba'ah al-Bahiyah, Mesir, Syaaban 1299 Hijrah. Dicetak juga oleh Mathba'ah Mustafa al-Baby al-Halaby, Mesir, 1342 Hijrah.

16. Tanqihul Qaulil Hatsits fi Syarhi Lubabil Hadits, tanpa tarikh. Dicetak oleh Mathba'ah Dar Ihya' al-Kutub al-'Arabiyah, Mesir, tanpa tarikh.

17.Bahtsul masail bi Syarhi Masail, tanpa tarikh. Dicetak oleh Mathba'ah al-Haramain, Singapura-Jeddah, tanpa tarikh.

18. Fat-hul Mujib Syarhu Manasik al- 'Allamah al-Khatib, tanpa tarikh. Dicetak oleh Mathba'ah at-Taraqqil Majidiyah, Mekah, 1328 Hijrah.

19. Nihayatuz Zain Irsyadil Mubtadi-in, tanpa tarikh. Diterbitkan oleh Syarikat al-Ma'arif, Bandung, Indonesia, tanpa tarikh.

20. Al-Fushushul Yaqutiyah `alar Raudhatil Bahiyah fi Abwabit Tashrifiyah, tanpa tarikh. Dicetak oleh Mathba'ah al-Bahiyah, Mesir, awal Syaaban 1299 Hijrah.


Penyumbang Ilmu Fiqih


Syekh Nawawi termasuk ulama tradisional besar yang telah memberikan sumbangan sangat penting bagi perkembangan ilmu fiqih di Indonesia. Mereka memperkenalkan dan menjelaskan, melalui syarah yang mereka tulis, berbagai karya ilmu fiqih yang di jelaskan dalam karangannya yang penting untuk di kaji dan mereka mendidik generasi ulama yang menguasai dan memberikan perhatian kepada ilmu fiqih agar kembali di jelaskan ke generasi masyarakat awam yang tidak mengerti ilmu fiqih

Ia menulis kitab fiqih yang digunakan secara luas, Nihayat al-Zain. Kitab ini merupakan syarah kitab Qurrat al-‘Ain, yang ditulis oleh ulama India Selatan abad ke-16, Zain ad-Din al-Malibari (w. 975 M). ulama India ini adalah murid Ibnu Hajar al-haitami (wafat 973 M), penulis Tuhfah al-Muhtaj, tetapi Qurrat dan syarah yag belakangan ditulis al-Malibari sendiri tidak didasarkan pada Tuhfah.

Qurrat al-‘Ain belakangan dikomentari dan ditulis kembali oleh pengarangnya sendiri menjadi Fath al-Muin atau orang biasa menyebutnya fathul mu'in . Dua orang yang sezaman dengan Syekh Nawawi Banten di Makkah tapi lebih muda usianya menulis hasyiyah (catatan) atas Fath al-Mu’in. Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha al-Dimyathi menulis empat jilid I’aanah at-Thalibbin yang berisikan catatan pengarang dan sejumlah fatwa mufti Syafi’i di Makkah saat itu, Ahmad bin Zaini Dahlan. Inilah kitab yang popular sebagai rujukan utama.

Syekh Nawawi Banten juga menulis dalam bahasa Arab Kasyifah as-Saja’, syarah atas dua karya lain yang juga penting dalam ilmu fiqih. Yang satu teks pengantar Sullamu at-Taufiq yang ditulis oleh ‘Abdullah bin Husain bin Thahir Ba’lawi (wafat 1272 H/ 1855 M). yang lain ialah Safinahtunn an-Najah ditulis oleh Salim bin Abdullah bin Samir, ulama Hadrami yang tinggal di Batavia (kini: Jakarta) pada pertengahan abad ke-19.

Kitab daras (text book) ar-Riyadh al Badi’ah fi Ushul ad-Din wa Ba’dh Furu’ asy-Syari’ah yang membahas butir pilihan ajaran dan kewajiban agama diperkenalkan oleh Syaikh Nawawi Al - Bantani pada kaum muslimin Indonesia. Tak banyak diketahui tentang pengarangnya, Muhammad Hasbullah. Barangkali ia sezaman dengan atau sedikit lebih tua dari Syekh Nawawi banten. Ia terutama dikenal karena syarah Nawawi, Tsamar al-Yani’ah. Karyanya hanya dicetak di pinggirnya.

Sullam al-Munajat merupakan syarah Nawawi atas pedoman ibadah Safinah ash-Shalah karangan Abdullah bin ‘Umar al-Hadrami, sedangkan Tausyih Ibn Qasim merupakan komentarnya atas Fath al-Qarib. Walau bagaimanapun, masih banyak yang belum kita ketahui tentang Syekh Nawawi Banten. (ditulis oleh Martin Muntadhim S.M.)

Nasionalisme

Tiga tahun bermukim di Mekah, beliau pulang ke Banten. Sampai di tanah air beliau menyaksikan praktek-praktek ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda.
Ia melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti ummat. Tak ayal, gelora jihad pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Tentu saja Pemerintah Belanda membatasi gara-geriknya. Beliau dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu memang sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda (1825- 1830 M).

Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, apa boleh buat Syaikh Nawawi terpaksa menyingkir ke Negeri Mekah, tepat ketika perlawanan Pangeran Diponegoro sedang padam (surut), pada tahun 1830 M. Ulama Besar ini di masa mudanya juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia. Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje. Begitu sampai di Mekah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketepatan hati untuk mukim di tanah suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib ‘Ali, Mekah. Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf.

Nama beliau semakin melejit ketika beliau ditunjuk sebagai pengganti Imam Masjidil Haram, Syaikh Khâtib al-Minangkabawi. Sejak itulah beliau dikenal dengan nama resmi ‘Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi.’ Artinya Nawawi dari Banten, Jawa. Piawai dalam ilmu agama, masyhur sebagai ulama. Tidak hanya di kota Mekah dan Medinah saja beliau dikenal, bahkan di negeri Mesir nama beliau masyhur di sana. Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Mesir negara yang pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia.

Syaikh Nawawi masih tetap mengobarkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan para muridnya yang biasa berkumpul di perkampungan Jawa di Mekah. Di sanalah beliau menyampaikan perlawanannya lewat pemikiran-pemikirannya. Kegiatan ini tentu saja membuat pemerintah Hindia Belanda berang. Tak ayal, Belandapun mengutus Snouck Hourgronje ke Mekah untuk menemui beliau.

Ketika Snouck–yang kala itu menyamar sebagai orang Arab dengan nama ‘Abdul Ghafûr-bertanya:

“Mengapa beliau tidak mengajar di Masjidil Haram tapi di perkampungan Jawa?”.

Dengan lembut Syaikh Nawawi menjawab:

“Pakaianku yang jelek dan kepribadianku tidak cocok dan tidak pantas dengan keilmuan seorang professor berbangsa Arab”.

Lalu kata Snouck lagi:

”Bukankah banyak orang yang tidak sepakar seperti anda akan tetapi juga mengajar di sana?”.

Syaikh Nawawi menjawab :

“Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa".

Dari beberapa pertemuan dengan Syaikh Nawawi, Orientalis Belanda itu mengambil beberapa kesimpulan. Menurutnya, Syaikh Nawawi adalah Ulama yang ilmunya dalam, rendah hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan agama dan bangsa. Banyak murid-muridnya yang di belakang hari menjadi ulama, misalnya K.H. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdhatul Ulama), K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), K.H. Khalil Bangkalan, K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tb. Bakrie Purwakarta, K.H. Arsyad Thawil, dan lain-lainnya.

Konon, K.H. Hasyim Asy’ari saat mengajar santri-santrinya di Pesantren Tebu Ireng sering menangis jika membaca kitab fiqih Fath al-Qarîb yang dikarang oleh Syaikh Nawawi. Kenangan terhadap gurunya itu amat mendalam di hati K.H. Hasyim Asy’ari hingga haru tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath al-Qarib ia ajarkan pada santri-santrinya.

Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Banten dan dikaruniai 3 anak: Nafisah, Maryam, Rubi’ah.
Sang istri wafat mendahului beliau.


Gelar-Gelar

Berkat kepakarannya, beliau mendapat bermacam-macam gelar. Di antaranya yang diberikan oleh Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor Ketuhanan. Kalangan Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Syaikh Nawawi bahkan juga mendapat gelar yang luar biasa sebagai Al-Sayyid al-‘Ulama al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang dimaksud dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut Saudi Arabia. Sementara para Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia.

Karamah
1. Jarinya menjadi lampu
Konon, pada suatu waktu pernah beliau mengarang kitab dengan menggunakan telunjuk beliau sebagai lampu, saat itu dalam sebuah perjalanan. Karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yakni rumah-rumahan di punggung unta, yang beliau diami, sementara aspirasi tengah kencang mengisi kepalanya. Syaikh Nawawi kemudian berdoa memohon kepada Allah Ta’ala agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu menerangi jari kanannya yang untuk menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Marâqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah itu harus dibayar beliau dengan cacat pada jari telunjuk kirinya. Cahaya yang diberikan Allah pada jari telunjuk kiri beliau itu membawa bekas yang tidak hilang. Karamah beliau yang lain juga diperlihatkannya di saat mengunjungi salah satu masjid di Jakarta yakni Masjid Pekojan. Masjid yang dibangun oleh salah seorang keturunan cucu Rasulullah saw Habib Utsmân bin ‘Agîl bin Yahya al-‘Alawi, Ulama dan Mufti Betawi (sekarang ibukota Jakarta), itu ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsmân sendiri.
 
2. Jarinya bisa menggambarkan ka'bah dengan jelas
Tak ayal , saat seorang anak remaja yang tak dikenalnya menyalahkan penentuan kiblat, kagetlah Sayyid Utsmân. Diskusipun terjadi dengan seru antara mereka berdua. Sayyid Utsmân tetap berpendirian kiblat Mesjid Pekojan sudah benar. Sementara Syaikh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat mesti dibetulkan. Saat kesepakatan tak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras, Syaikh Nawawi remaja menarik lengan baju lengan Sayyid Utsmân. Dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat.

    “Lihatlah Sayyid!, itulah Ka’bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka'bah itu terlihat amat jelas. Sementara Kiblat masjid ini agak kekiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke Ka’bah". Ujar Syaikh Nawawi remaja.    
 

Sayyid Utsmân termangu. Ka’bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syaikh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid Utsmân merasa takjub dan menyadari , remaja yang bertubuh kecil di hadapannya ini telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah. Dengan karamah itu, di manapun beliau berada Ka’bah tetap terlihat. Dengan penuh hormat, Sayyid Utsmân langsung memeluk tubuh kecil beliau. Sampai saat ini, jika kita mengunjungi Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai aslinya.

Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota. Lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan ini dijalankan tanpa pandang bulu. Siapapun dia, pejabat atau orang biasa, saudagar kaya atau orang miskin, sama terkena kebijakan tersebut. Inilah yang juga menimpa makam Syaikh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya. Yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet atau tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain putih kafan penutup jasad beliau tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.

Terang saja kejadian ini mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil. Pemerintah melarang membongkar makam tersebut. Jasad beliau lalu dikuburkan kembali seperti sediakala. Hingga sekarang makam beliau tetap berada di Ma’la, Mekah.

Demikianlah karamah Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Tanah organisme yang hidup di dalamnya sedikitpun tidak merusak jasad beliau. Kasih sayang Allah Ta’ala berlimpah pada beliau. Karamah Syaikh Nawawi yang paling tinggi akan kita rasakan saat kita membuka lembar demi lembar Tafsîr Munîr yang beliau karang. Kitab Tafsir fenomenal ini menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami Firman Allah swt. Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqih, Kâsyifah al-Sajâ, yang menerangkan syariat. Begitu pula ratusan hikmah di dalam kitab Nashâih al-‘Ibâd. Serta ratusan kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi dari buah tangan beliau.

Wafat

Masa selama 69 tahun mengabdikan dirinya sebagai guru Umat Islam telah memberikan pandangan-pandangan cemerlang atas berbagai masalah umat Islam. Syaikh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal 25 syawal 1314 H/ 1897 M. Tapi ada pula yang mencatat tahun wafatnya pada tahun 1316 H/ 1899 M. Makamnya terletak di pekuburan Ma'la di Mekah. Makam beliau bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq, Asma binti Abû Bakar al-Siddîq.